2022/11/04
ANA telah melakukan tiga inisiatif besar selama beberapa tahun belakangan untuk mengurangi emisi CO₂ dalam operasional penerbangan.
Sayap pesawat memiliki flap yang dapat dipanjangkan atau ditarik sesuai ukuran area sayap. Saat lepas landas, flap akan dipanjangkan untuk melebarkan area sayap agar pesawat dapat mendaki dan terbang dengan kecepatan yang lebih rendah. Semakin lebar area sayap, maka semakin tinggi resistansi udara dan semakin sulit bagi pesawat untuk meningkatkan kecepatannya. Semakin lama sirip dilebarkan, semakin boros juga bahan bakar pesawat. "Pendakian Normal" adalah inisiatif untuk mengurangi hambatan aerodinamis dengan menarik flap lebih cepat setelah lepas landas (pada ketinggian sekitar 300 m) untuk mencapai ketinggian cruising (sekitar 10.000 m) secara lebih efisien. Langkah ini terkait dengan penghematan bahan bakar dan pengurangan emisi CO₂.
Kebalikan dari "Pendakian Normal", adalah "Pendakian Tercuram", di mana flap pesawat akan tetap dipanjangkan setelah lepas landas hingga mencapai ketinggian tertentu (biasanya sekitar 900 m). Beberapa bandara membatasi ketinggian dan kecepatan setelah lepas landas untuk mengurangi kebisingan, sehingga pesawat untuk menerapkan metode Pendakian Tercuram dengan terus memanjangkan flap hingga mencapai ketinggian sekitar 900 m. Meski efektif untuk mengurangi kebisingan, metode ini memiliki waktu hambatan aerodinamis pendakian yang lebih lama dari Pendakian Normal sehingga lebih boros bahan bakar. Pesawat dapat jadi lebih hemat bahan bakar dengan menarik flap dan mengembalikannya ke posisi awal secepat mungkin.
Di bandara yang tidak memiliki batasan ketinggian dan kecepatan, ANA menggunakan metode Pendakian Normal untuk mengurangi emisi CO₂ sebanyak mungkin. Pendakian Normal berhasil mengurangi sekitar 2.983 ton emisi CO₂ per tahun (hasil sebenarnya pada tahun 2021) dibandingkan jika tidak menerapkan Pendakian Normal. Jumlah 2.983 ton setara dengan bobot sekitar 8,5 pesawat B777-300ER ANA.
Setelah mendarat, pesawat akan melambat menggunakan thrust reverser dan rem. Saat diaktifkan, reverse thrust akan mengubah arah aliran udara yang dikeluarkan mesin sehingga pesawat dapat melambat lebih cepat.
Namun, penggunaan thrust reverser sangat boros bahan bakar. Jika landasan pacu pendaratan cukup panjang dan tidak memiliki masalah keselamatan, daya mesin saat menggunakan thrust reverser dapat diturunkan untuk mengurangi konsumsi bahan bahar. Hal ini dapat mengurangi emisi CO₂ dan kebisingan sekaligus. Inisiatif ini disebut "Reverse Idle" karena pesawat terus menggunakan thrust reverser pada tingkat idle.
Penerapan Reverse Idle mampu mengurangi sekitar 10.608 ton emisi CO₂ per tahun (hasil sebenarnya pada tahun 2021) dibandingkan jika tidak menerapkan Reverse Idle. Jumlah 10.608 ton setara dengan bobot sekitar 30,5 pesawat B777-300ER ANA.
Setiap pesawat memilki dua mesin: satu di sebelah kanan dan satu di sebelah kiri. Namun, sebenarnya satu mesin saja sudah cukup untuk melakukan taxi di darat. Ini disebut "Taxi-In Dengan Satu Mesin", di mana satu mesin dimatikan setelah mendarat, dan hanya satu mesin yang digunakan untuk melakukan taxi di darat.
Mematikan satu mesin pesawat setelah mendarat tidak selalu dapat dilakukan. Jika kondisi berangin atau landasan licin akibat salju, mematikan satu mesin dapat memengaruhi keseimbangan kiri dan kanan pesawat, mengakibatkan fenomena yang mirip dengan mobil yang selip. Pesawat juga memiliki aturannya masing-masing, misalnya mesin pesawat B787 harus didinginkan selama 5 menit setelah mendarat. Oleh sebab itu, Taxi In Dengan Satu Mesin hanya dapat dilakukan setelah pilot memeriksa cuaca dan lingkungan sekitar serta memastikan bahwa pendaratan bisa dilakukan tanpa masalah walau dengan satu mesin. Ini sering dilakukan pada pesawat B767 karena dayanya memadai untuk melakukan Taxi-In dengan satu mesin.
Inisiatif Taxi-In Dengan Satu Mesin berhasil mengurangi emisi CO₂ sebesar sekitar 1.909 ton per tahun (hasil sebenarnya pada tahun 2021). Jumlah 1.909 ton setara dengan bobot sekitar 5,5 pesawat B777-300ER ANA.
Dari ketiga inisiatif besar tersebut, kami mengumpulkan data kinerjanya dan memberikan umpan balik bulanan kepada awak penerbangan seputar tingkat penerapan, pengurangan emisi CO₂, dan juga hasil lainnya. Kami juga memberikan informasi bermanfaat seputar inisiatif tersebut, contohnya, memberikan representasi grafik tentang kelandaian landasan taxi di setiap bandara agar awak penerbangan dapat menentukan penerapan Taxi-In Dengan Satu Mesin. Program Penerbangan yang Efisien, yang juga termasuk salah satu dari ketiga inisiatif besar, adalah program internal yang mendorong kru penerbangan ANA untuk mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi CO₂ dalam pengoperasian. Kami menggalakkan Program Penerbangan yang Efisien dengan mengutamakan keselamatan sekaligus mempertimbangkan langkah-langkah yang dapat kami lakukan untuk melestarikan lingkungan.
Kami mewawancarai Kapten Nishikawa dari ANA Operations Support Center selaku penanggung jawab Program Penerbangan yang Efisien.
Saya adalah pilot pesawat B777 dengan rute utama AS dan Eropa. Saya juga soerang pilot penerbangan domestik dan kargo ke Tiongkok. Selain menjadi pilot penerbangan umum, saya bekerja sama dengan semua staf di departemen saya untuk menggalakkan beragam inisiatif, diantaranya adalah Program Penerbangan yang Efisien, pengumuman awak selama penerbangan, dan cara kerja awak di masa depan.
Ketiga inisatif ini sangat efektif dalam mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi CO₂. Inisiatif lainnya juga efektif, tapi ketiga inisiatif ini sangat berdampak dalam upaya perusahaan. Berlawanan dengan inisiatif hemat bahan bakar yang dicanangkan oleh perusahaan, tingkat penerapan ketiga inisiatif ini memengaruhi kesadaran, kecerdasan, dan upaya kumulatif para awak secara signifikan. Kami ingin meningkatkan kesadaran dari setiap awak dan seluruh departemen operasional pesawat secara keseluruhan untuk mendorong tingkat penerapan inisiatif ini dan pengurangan emisi CO₂.
Tahun lalu, kami memperkenalkan Dasbor Bahan Bakar (alat visualisasi pengurangan bahan bakar), dan kini kami bisa mendapatkan data yang lebih mendetail. Sekarang kami dapat melihat dan membandingkan tingkat penerapan di setiap bandara untuk mengetahui akar penyebab rendahnya tingkat penerapan berbagai bandara. Tentu saja upaya kami tidak terbatas hanya pada ketiga inisiatif tersebut. Kami juga akan menggunakan alat analitik untuk menganalisis beragam data dan menautkannya dengan berbagai inisiatif.
Dampak dari COVID-19 terhadap industri penerbangan membuat banyak pilot merasa terancam. Meski jumlah penerbangan menurun tajam di masa COVID-19, tingkat penerapan Program Penerbangan yang Efisien meningkat secara signifikan. Komite Program Penerbangan yang Efisien akan senantiasa menyebarkan informasi bermanfaat agar momentum pelestarian lingkungan yang telah dipupuk ini terus berkembang di masa depan.